Twitter

Twitter
Follow My Twitter

Facebook

Facebook
Gabung Di Page Facebook Kami Untuk Informasi Product

Support

Support
Jangan Sungkan-sungkan Silahkan Call or SMS 022-92302793 / PIN: 23B82A61

Keblinger

Apakah Ulang Tahun Ada Pada Ajaran Islam??

| Jumat, 24 Juni 2011



Selama ini saya sendiri tidak pernah melaksanakan apa itu yg nama nya "Ulang Tahun" setelah baca artikel dibawah baru lah tau hukum nya secara islam, selamat membaca.... 

Di awal-awal, sempat juga saya berselisih pendapat dengan istri saya, istri berdalih dan khawatir jika tidak hadir di acara semacam itu kita akan diasingkan oleh masyarakat dan anak kita akan menjadi kuper. Lalu saya jawab, “mi... akal siapakah yang mau menerima, ketika jatah umur kita berkurang dengan bertambahnya waktu, lalu kita malah “bergembira”, lalu “jika dikaitkan dengan rasa bersyukur dengan bertambahnya usia, apakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam sebagai panutan kita mengajar cara bersyukur yang seperti itu...?”

Bukankah ini sebuah pembodohan untuk anak kita? Sebuah pemaksaan ajaran yang jelas tidak bersumber dari agama yang kita yakini yakni Islam...”

Kemudian saya tambahkan kepada istri saya lagi bahwa kebiasaan ulang tahun adalah mengekor pada kebiasaan kaum di luar Islam yang biasa merayakan hari kelahiran “tuhan” mereka. Dan ini merupakan satu point tambahan untuk alasan mengapa kita harus menghindari acara tersebut. Apa dalilnya?

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam telah mengingatkan kita, dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud No. 4031 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 1/676)

Bisa dikatakan jika kita mengikuti kebiasaan mereka (kaum di luar Islam) tersebut maka kita adalah bagian dari kaum tersebut. Sebab dari panutan kita yang mulia pun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam tidak pernah memberikan contoh “ritual” tersebut, bahkan jika dalihnya adalah sebuah ungkapan kesyukuran, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam telah mengajarkan dan mencontohkan bentuk kesyukuran yang real, sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadist berikut:

Mughirah bin Syu'bah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, 'Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?' Lalu, beliau menjawab, 'Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?'" (HR. Bukhari)


Begitulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam mengajarkan kita cara bersyukur. Bersyukur yang sebenar-benarnya adalah dengan menambah ketaatan pada Dzat yang memberikan kenikmatan. Bukan dengan sekadar makan bersama atau bernyanyi-nyanyi lalu setelah itu nuansa ketaatan dibuang jauh-jauh setelah mendapat kenikmatan itu.

Jadi, kepada Anda wahai saudaraku seaqidah yang menjadi orang tua, menjadi kakak, dan menjadi contoh bagi anak dan adik-adik kita, masihkah ada dalil dan dalih untuk “gemar” melakukan dan mencontohkan atau menganjurkan kebiasaan ini kepada generasi penerus kita? Jika Anda berlebih harta, ajarkan anak dan adik-adik kita bersedekah dan berinfaq kepada yang membutuhkan. Itu jauh lebih mengajarkan kepada hal yang dicintai Alloh dan RasulNya. Jika Anda ingin mengadakan acara makan bersama, maka undanglah anak yatim untuk bersama-sama menikmati rezeki yang Anda terima dari Alloh. Maka itu juga hal yang diridhoi oleh Alloh dan RasulNya.

Yakinlah...bahwa agama ini adalah aturan yang sempurna dari Yang Maha Sempurna. Tidak usahlah kita merasa bangga dengan kebiasaan-kebiasaan yang “mereka” lakukan. Cukuplah Alloh dan RasulNya sebagai penilai kita dan tolok ukur kebaikan buat kita...

Rasulullah telah bersabda,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami’ no.6025)

Allah mengutus Rasul pilihan-Nya Muhammad bin ‘Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa petunjuk Ilahi dan agama yang benar, untuk mengentaskan ummat manusia dari jurang kejahiliyyahan yang gelap gulita menuju kehidupan Islami yang terang benderang.

Beliau tunjukkan semua jalan kebaikan, dan beliau peringatkan tentang jalan-jalan kebathilan. Sehingga benar-benar terasa bahwa kenabian dan apa yang beliau bawa merupakan barakah dan rahmat bagi semesta alam.

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa`:107)

Oleh karena itu, Allah telah menobatkan beliau sebagai suri tauladan terbaik bagi ummat manusia, dan Allah perintahkan seluruh ummat manusia untuk mengikutinya.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kalian.” (Al-Ahzaab:21)
“Dan ikutilah dia, supaya kalian mendapat petunjuk.” (Al-A’raaf:158)

Lebih dari itu, Allah mengancam orang-orang yang menentangnya dan menyalahi perintahnya.

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisaa`:115)

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa ‘adzab yang pedih.” (An-Nuur:63)

Atas dasar itulah, maka segala ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah adalah bathil dan tidak boleh untuk diikuti, terlebih lagi bila bersumber dari orang-orang kafir. Oleh karena itu, di antara prinsip Islam yang kokoh adalah kewajiban mengikuti jejak Rasulullah dan dilarang untuk mengikuti atau bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah.


Sumber

0 comments:

Posting Komentar

 

Copyright © 2010 Master PIN | Design by Dzignine

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...